Behind Those Eyes

Alkisah, di tengah dunia yang warna-warni seperti mimpi, hiduplah sosok menggemaskan berambut merah, Red Miller Blood namanya. Ia selalu bimbang dan merasa kecil. Akibatnya, belantara warna dengan mudah menelannya. Padahal tahukah kamu Red Miller Blood lebih luas daripada pancarona yang melingkupinya?

Red Miller Blood menanggung semesta. Ia palka gelap dengan segala bagasinya, rampai kisah yang teruntai menjadi gugus bintang, dan rangkaian sebab-akibat yang membentuk jati diri spesifiknya. Mata Red Miller Blood merupakan jendela menuju semestanya, sementara “Behind Those Eyes” adalah wahana jelajah  yang mengantar kita menelusuri perjalanan transformasi Red Miller Blood.

Chaotic Garden
Di perhentian pertama tur ini kita berhadapan dengan tekanan sosial atau peer pressure yang dihadapi Red Miller Blood. Kita menyaksikan Red Miller Blood mengorbankan kesehatan mentalnya hanya untuk diterima dan dicintai oleh belantara warna yang mungkin tak pernah sungguh-sungguh mencintainya. Ia seakan terjebak di dalam mimpi tanpa pernah tahu ada pilihan untuk bangun.

Shadow Me
Berikutnya, kita dibawa menyelami jiwa Red Miller Blood. Pada lapis-lapis kepribadiannya, kita mendapati luka, ketakutan, sosok yang diam-diam damba diterima, dicintai, dan dilindungi, serta kemarahan-kemarahan yang lahir dari harapan, kekecewaan, dan trauma-trauma. Sanggupkah ia menyintas?

Sebelum menjawabnya, aku akan menceritakan bagaimana Red Miller Blood lahir sebagai karakter.

Red Miller Blood diciptakan seniman multidisiplin, Pether Rian Gunawan. Selain membuat karya seni rupa, lulusan Desain Komunikasi Visual ini juga musisi dan penulis naskah animasi. Pether pun mengajar di Universitas Kristen Maranatha, memipin Pether Rian Music Entertainment, mendirikan ruang kreatif untuk anak-anak, Gummy Art Studio, dan membangun hubungan antara lain ke New York, Shanghai, dan Singapura untuk memperkenalkan karyanya.

Ragam relasi Pether mempertemukannya dengan pancarona manusia. Di sana Pether mendapati rapuhnya individu di hadapan kehidupan sosial yang menuntut mereka terus-menerus berganti persona.
Karakter Red Miller Blood, yang dieksplor selama lima tahun oleh Pether, merupakan perwujudan individu resah yang diombang-ambing warna-warni di sekitarnya.

The Sanctuary
Mata Red Miller Blood merepresentasikan jalan menuju jiwamu dan jiwaku. Memasuki dan menelusurinya menuntun kita mengenali batin kita sendiri, memahami apa yang sungguh penting, dan menemukan siapa kita sebagai individu mandiri. Kita lebih lapang daripada belantara warna di sekitar kita. Lalu, mengapa tak menetapkan corak sendiri yang mampu memuat kelapangan kita seutuh-utuhnya?

Air mata pelangi Red Miller Blood adalah mata air paling murni. Sumber segala cinta dan kekuatan mengalir dari sana. Hidup memperkaya kita dengan duka maupun suka. Tangis maupun tawa. Luka dan kesembuhannya. Memahaminya membuat kita mengerti, manusia tak sekadar putih dan hitam. Setiap individu adalah perjalanan menjadi pelangi harapan dan segala cerita yang dibiaskannya.

Mari kita kembali ke kalimat pertama:  Alkisah, di tengah dunia yang warna-warni seperti mimpi, hiduplah <masukkan namamu sendiri>.

Selamat melakukan tur, salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
Bukan Kurator


 

Buat Dea, terlibat dalam kisah Redmiller Blood dalam episode "Behind Those Eyes", adalah kehormatan. Karakter Redmiller dan rangkaian kekerenannya digarap oleh seniman Pether Rian Gunawan. Tentang pameran atau tepatnya wahananya bisa dibaca di sini

Nulis pengantar untuk karya yang begini sungguh pengalaman baru buat Dea. Apa lagi, setelah ngobrol, Pether dan Dea baru sadar betapa berbedanya lingkungan sosial kami dan nilai-nilainya. Butuh upaya lebih untuk berkomunikasi dan nemu titik pemahamannya. Tapi, nyimak cerita Pether, meratiin hal-hal yang sebelumnya nggak pernah Dea masuki, dan berusaha berdiri di sudut pandang Redmiller Blood, sesuatu sekali rasanya.

Selain pengantar yang dipasang di dinding, Dea juga nulis semua tulisan wara (copy writing) yang diperluin buat karya ini.  Selain di foto pertama, beberapa lagi bakal Dea unggah setelah tulisan ini. 

Dea pun belajar bikin narasi untuk meditasi visual dan bikin pengantar untuk "Upon Those Pillows",  sub  aktivasi di "Behind Those Eyes".

Setelah "Behind Those Eyes" di Grey Art Gallery (2 Juni - 28 Agustus 2023) lalu selesai, Dea ngerasa tambah kaya; dengan pengalaman, dengan sudut pandang, dengan temen-temen baru, serta dengan pemahaman-pemahaman yang bikin hati jadi lebih lapang.

Pether dan Grey Art Gallery, terima kasih buat kepercayaannya, ya. Dea hargai sepenuh hati.

Buat Audreysha Zalfa, seneng bisa satu proyek sama Audrey yang ikut ngerespons Redmiller dengan karyanya.

Maap burem


Semoga banyak kebaikan yang lahir karena karya ini. 

Berikut beberapa tulisan wara Dea di "Behind Those Eyes":





foto ini dipinjam dari sini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zoomsical Bianglala

Desa Timun Musim Pertama