Lazuardi
-Sekolah Islam Lazuardi, Cinere, 22 April 2010-
Pipi
kemerahan anak-anak membias seperti semu merah lazuardi di kaki langit.
Meskipun tenang-tenang saja, teman-teman dari Bengkel Bahasa SD Lazuardi
terlihat menyambut Muthia Fadhilla Khairunissa dengan penuh minat. Lalu
siapa Muthia Fadhilla Khairunissa? Gadis kecil yang akrab dipanggil
Thia ini adalah salah satu penulis Kecil-kecil Punya Karya yang telah
menerbitkan beberapa buah buku, salah satunya Manusia Bunglon.
Dipandu
oleh Ibu Novalia dari SD Lazuardi, Thia berbagi pengalaman menulis.
Murid kelas 4 SD yang lebih suka membuat cerita-cerita imajinatif ini
dapat menemukan ide di mana saja. “Misalnya dari sajadah ini,” katanya
sambil menunjuk sajadah hijau yang menjadi alas duduk teman-teman
Bengkel Bahasa, “Ini bisa dibikin cerita jadi sajadah terbang, gitu. Ya
yang unik-unik saja.”
Kesempatan
bertanya dimanfaatkan dengan baik oleh teman-teman kecil kita yang
menyimak dengan saksama, “Thia kalau nulis pakai peta pikiran atau mind mapping, nggak?” ada pula yang bertanya, “Thia setelah menulis mengalami proses editing lagi, nggak ?”
Thia
pun menjawab apa adanya, “Aku biasanya kalau ada ide cerita langsung
ditulis aja. Nggak pake peta pikiran.” Mengenai editing alias penyuntingan, rupanya
tulisan Thia kerap disunting oleh sang mama yang juga penulis. “Tapi nggak selalu. Kadang kalo dibilangnya udah bagus ya udah, nggak diapa-apain lagi,” ungkap gadis mungil berambut ikal itu.
Ada
minat berkisah yang tumbuh kuat di antara murid-murid SD Lazuardi. Tak
hanya anggota Bengkel Bahasa, murid-murid lainnya pun tampak bersemangat
ketika diajak mengembangkan ide cerita oleh Kak Boy dari World Book Day
Goes to School, “Kalau pintu rumah kamu diketuk … tok-tok-tok … dan
kamu membukakan pintu, lalu...”
“Ada perang antar suku di depan rumahku!”
“Aku lari ke bawah kolong meja dan menangis ketakutan!”
“Aku ditembak!”
“Aku menjadi zombie!”
“Aku orang ganteng!” (Ha ?? Tunggu, tunggu … kok, begini, ya ?)
Murid-murid
SD Lazuardi berseragam biru. Seperti langit biru yang memijak garis
merah lazuardi, bocah-bocah kecil ini pun memijak lazuardinya sendiri.
Kelak pijakan ini akan membuat mereka kuat bertolak. Memintas masa. Menjadi sastra.
Komentar
Posting Komentar