Cinderella - Cinderally
Dimuat di Minor bacaankecil edisi #08 : Dunia Instant, 2005
=================================================
Cinderella
bereinkarnasi! Jiwanya mewujud dalam Cinderally, mahasiswi manis yang
jarang mengerjakan tugas kuliah. Kenapa saya yakin Cinderella dan
Cinderally diusung jiwa yang sama? Hnah! Ini dia! Dengan konteks
zamannya, Cinderally mengulang kisah Cinderella.
***
Cinderally adalah mahasiswi yang aktif. Hampir setiap kegiatan kampus ia masuki. Akibatnya,
hampir setiap kegiatan kampus pun memasukinya; menuntutnya
menyelesaikan ini dan itu, itu dan ini. Cinderally jadi sibuk setengah
mati. Wajah manisnya tersaput mata keruh berkantung dan kulit keriput
memucat.
Pada suatu hari, Mas Nara, asisten dosen paling
ganteng se-kampus raya, memberikan tugas. “Saya tahu tugas ini nggak
gampang, makanya kalian saya kasih waktu sebulan. Kumpulkan bahan bacaan
sebanyak-banyaknya dan lakukan analisis sebaik-baiknya, oke?”
Cinderally bertekad membuat tugas yang mengesankan untuk Mas
Nara. “Sebulan cukup lama, kok. Lagian gue nggak tolol. Bisalah bikin
analisa yang mutu, mah,” niat Cinderally dalam hati.
Tapi
ternyata kegiatan kampus memasuki Cinderally semakin bertubi. Semakin
menuntutnya melakukan iniii dan ituuuu, ituuu dan iniii. Tugas dari
Mas Nara tidak punya ruang untuk memasuk dan dimasuk. Sampa… hampir
sebulan berlalu.
“Cin,
udah bikin tugas Mas Nara belom,” tegur Peri, teman kos Cinderally.
“Hah? Ya ampun! Dikumpulin besok, ya? Belom, Ri. Mampus, deh, gua!
Gimana, dong?” ratap Cinderally desperado. Peri geleng-geleng kepala,
“ngerjain sendiri nggak akan sempet lagi, Cin. Browsing aja di
internet.” “Browsing? Emang nggak bakal ketauan, ya,” tanya Cinderally.
“Kayaknya enggak. Gue tau site yang ok. Yok, gue temenin ke warnet
sekarang,” ajak Peri. Dalam keterdesakan yang amat sangat, Cinderally
menerima tawaran Peri.
Dan
malam itu terjadilah klik… klik… save… edit… edit dan print. Dan pagi
berikutnya Cinderally tidak sempat mandi. Ia hanya mencuci muka,
membubuhkan bedak tebal-tebal di wajahnya, menyemprotkan minyak wangi
banyak-banyak lalu pergi ke kampus untuk mengumpulkan tugas.
Ketika
kuliah Mas Nara usai, Cinderally ingin segera pulang. Tidur. Tetapi
ketika Cinderally hendak bangkit dari bangku kelas, Mas Nara menahannya,
“Cinderally …tunggu!”
Cinderally membeku. Jangan-jangan Mas Nara tahu.
“Tugas kamu bagus. Ternyata kamu cerdas, ya, bacaan kamu banyak.”
Cinderally menatap wajah Mas Nara. Mencari tahu. Barusan itu sindiran atau pujian, ya?
“Saya
betul-betul suka,” ungkap Mas Nara lagi. Kali itu dia tersenyum.
Cinderally menarik nafas lega. Dia membalas senyum Mas Nara dengan
bahagia.
“Tugas kamu bisa dibikin jadi esei serius. Kalau kamu nggak keberatan, sekarang kita ngobrol, yuk, saya tertarik banget ngirim esei kamu ini ke koran.”
Gulp!
Cinderally menelan ludah. Mendapat perhatian dari Mas Nara? Senang
sekali. Mengobrolkan bahan jiplakan yang tidak terlalu Cinderally kuasai? Mampus sekali. Cinderally merasa kacau.
“Saya, euh…tapi saya harus pulang sekarang, Mas, ng…”
“Nggak masalah. Kalau besok gimana? Atau kamu bisanya kapan?”
Cinderally
semakin pucat, “Saya…eng…saya…” dengan gugup Cinderally menggeser
pantatnya dari bangku kuliah. Bangku kuliah tersepak. Pinggang Mas Nara
tertabrak. “Cin…” tahan Mas Nara. Tapi Cinderally tak peduli. Yang dia
tahu saat itu dia harus berlari. B e r l a r i . B e r l a r i .
Ketika Cinde-rally me- rally, ada sesuatu yang mengejar. Dia teringat suatu masa ketika Cinde-rella, dia di kehidupan sebelumnya, harus pulang meskipun tak rella. Ketika jam dua belas tepat tiba. Ketika sihir luntur…
***
Terus ending-nya gimana? Sama, nggak sama cerita Cinderella di masa yang lalu? Will Cinderally get the prince charming ? Entah, ya, tapi buat saya, ending-nya berhenti di sebuah simpulan: no real thing comes instantly…
(Sruput) saya lalu menghirup kopi three in one yang pagi ini menemani saya menulis. (Glek) saya pun menelan sesuatu yang tidak real ternyata.
Komentar
Posting Komentar